Garuda Pancasila Akulah Pendukung Mu
Makna Lambang Sila 1-5 Pancasila dalam Garuda Pancasila
Lambang negara tentu tidak muncul begitu saja, ada sejarah di balik kehadiran mereka yang kemudian dinobatkan sebagai lambang negara Indonesia. Dibentuknya lambang negara tersebut juga tentu tidak sembarangan, melainkan melewati proses perundingan yang panjang dan matang.
Bangsa kita perlu membentuk lambang negara setelah pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia tahun 1949. Karena desakan itulah pada tanggal 10 Januari 195 dibentuk tim untuk merancang lambang negara Indonesia.
Tim tersebut kemudian dikenal dengan istilah Tim Lencana Negara yang dikoordinatori Zoner Poto Folio dan Sultan Hamid II. Tim tersebut kemudian memiliki beberapa anggota, yakni KI Hajar Dewantara sebagai ketua, Mohammad Natsir, RM Ng Poerbatjaraka, dan M.A Pellaupessy. Tim Lencana Negara bertugas mencari, membuat, dan menyeleksi beberapa usulan lambang negara yang kemudian akan disetujui oleh pemerintah.
Pada Januari 1950 kemudian sidang kabinet dilaksanakan dan memutuskan adanya sayembara untuk membuat lambang negara yang diumumkan oleh menteri Priyono. Dari banyaknya usulan, hanya ada dua yang terpilih dan diajukan ke pemerintahan, yakni usulan Sultan Hamid II dan Mohammad Yamin. Akhirnya usulan Sultan Hamid II lah yang terpilih karena usulan Mohammad Yamin menggunakan lambang matahari yang bisa disalah artikan sebagai lambang negara Jepang.
Usulan Sultan Hamid II kemudian melewati tahap penyempurnaan dan beberapa masukan dari Soekarno dan Mohammad Hatta pada saat itu, termasuk Partai Masyumi. Maka terciptalah bentuk Rajawali yang kemudian disebut Garuda Pancasila. Lambang Garuda Pancasila resmi disahkan pada tanggal 11 Februari 1950 sebagai lambang negara Indonesia. Lambang Garuda Pancasila kemudian pada tanggal 15 Februari 1950 dikenalkan pertama kali kepada masyarakat Indonesia di Hotel Des Indes, Jakarta.
Tak lama setelah diresmikan, Soekarno menganggap bahwa lambang burung garuda masih mirip dengan lambang eagle milik Amerika Serikat. Maka Soekarno memerintahkan pelukis bernama Dullah untuk menyempurnakan lagi lambang burung garuda tersebut agar memiliki ciri khas bagi bangsa Indonesia.
Sang pelukis pun memberikan beberapa perubahan , yakni penambahan jambul pada Garuda Pancasila dan kaki burung garuda yang sedang mencengkram sebuah pita, yang sebelumnya tampak di belakang burung maka merubah menjadi di bagian depan.
Nah, itulah sejarah bagaimana lambang Garuda Pancasila bisa disebut sebagai lambang negara Indonesia. Teman-teman Grameds bisa membaca buku koleksi Gramedia untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang sejarah pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara tentu memiliki makna dan nilai tersendiri bagi bangsa itulah sebabnya Grameds perlu mempelajarinya.
Nilai-niai tersebut dijadikan dasar filsafat negara serta filsafat bangsa Indonesia yang ada hingga saat ini. Pahami lebih dalam melalui buku Pancasila karya Drs. H. Mahpudin Noor.
Baca juga : Sejarah Lambang Garuda Pancasila
Makna “Bhinneka Tunggal Ika” dalam Lambang Garuda Pancasila
Seperti yang selalu diajarkan kepada kita, kita semua tahu bahwa Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti yaitu berbeda beda tetapi tetap satu jua. Menjadi semboyan negara Indonesia tercinta. Dengan semboyan ini, semua masyarakat Indonesia tahu bahwa bangsa Indonesia satu kesatuan. Melalui Bhineka Tunggal Ika Indonesia digambarkan dan direfleksikan sebagai persatuan dan kesatuan bangsa yang bersatu dalam satu naungan yang sama yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Bhinneka” berarti beragam sedangkan “tunggal” berarti “satu” dan “ika” berarti itu. Adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika menjadi cara untuk mempersatukan bangsa Indonesia, mempertahankan kesatuan bangsa, dan juga mengikis konflik atas adanya kepentingan pribadi ataupun kelompok dengan tujuan akhir mencapai cita-cita negara Indonesia.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika bersumber dari bahasa sansekerta, bahasa Jawa Kuno dai kitab kakawin Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular pada masa kerajaan Majapahit abad ke-14 Masehi. Dari kitab kakawin toleransi antar agama sudah lebih dulu diajarkan terutama diantara agama Hindu-Siwa dan Buddha.
Mohammad Yamin adalah orang pertama yang mengusulkan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Menurutnya Bhineka Tunggal Ika akan menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia yang memang sudah beraneka ragam suku, budaya ras, agama dan bahkan bahasa.
Bhineka Tunggal Ika menjadi ungkapan yang mempersatukan persatuan dan kesatuan bangsa. Menjaga Indonesia untuk tetap dalam satu kesatuan dan menjadi inspirasi bagi negara lain, menjadi inspirasi bagi dunia. Sejarah Lambang Garuda Pancasila
Lambang Garuda Pancasila sendiri berawal dari inisiatif pemerintah untuk mencari pelukis yang dipercaya dapat menggambarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sebuah lambang yang perkasa pada tahun 1947 Masehi.
Pada akhirnya burung Garuda dengan perisai yang memiliki lima kolom menjadi pilihan untuk melambangkan negeri Indonesia, dan menjadi simbol dengan sejarah yang memiliki makna filosofis tersendiri.
Proses dalam menetapkan burung Garuda menjadi lambang negara Indonesia sendiri, memakan waktu yang lumayan lama dan melalui diskusi yang cukup alot. Pada mulanya, ketika rapat Panitia perancang UUD 1945 yang dilakukan sebelum kemerdekaan tepatnya pada tanggal 13 Juli 1945, seorang pemuda bernama Parada Harahap memberikan usulan bahwa Indonesia membutuhkan Lambang Negara sebagai simbol Indonesia.
Ketika UUD 1945 sudah ditetapkan begitu juga Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai ideologi negara, lain halnya dengan lambang negara yang belum kunjung ditetapkan. Karenanya, sebagai langkah awal pada 16 November 1945 dibentuklah Panitia Indonesia Raya untuk melakukan riset mengenai arti lambang-lambang semenjak peradaban di Indonesia hadir. Namun sayangnya, organisasi Panitia Indonesia Raya, yang menjadikan Ki Hajar Dewantara sebagai ketua ini harus menunda pekerjaannya, karena ada permasalahan.
Baca lebih lanjut : Sejarah dan Makna Bhinneka Tunggal Ika
Simbol Padi dan Kapas
Simbol kelima yang juga menjadi simbol terakhir dari Pancasila adalah padi dan kapas. Padi dan kapas keduanya menunjukan kemakmuran bangsa Indonesia dan juga kesejahteraan bangsa Indonesia.
Pada dan Kapas terletak tepat di bagian kanan bawah dari perisai dan menjadi lambang untuk sila kelima pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas adalah kebutuhan pokok dan dasar dari manusia yaitu untuk pangan dan sandang. Jika tercukupi kebutuhan dasar ini maka sejahteralah dan makmurlah masyarakat Indonesia.
Padi melambangkan ketersediaan makanan, dan kapas melambangkan ketersediaan pakaian. Dengan lengkapnya kebutuhan pangan dan sandang maka manusia dapat hidup dengan nyaman.
Asal-Usul Lambang Garuda Pancasila
Sayembara kemudian dibuka oleh pemerintah. Dalam sayembara tersebut pemerintah mencari pelukis yang dapat menciptakan desain terbaik untuk memberikan gambaran terbaik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun banyak diantara penulis dan pelukis yang belum atau kurang memahami mengenai sejarah Indonesia, untuk menciptakan lambang negara sesuai dengan peradaban. Pemerintah sendiri tidak memberikan gambaran dan penjelasan secara spesifik mengenai bagaimana kriteria lukisan yang harus dilukis untuk lambang negara.
Belum menemukan titik temu, pada 1950, pemerintah kembali menggelar sayembara kedua untuk menciptakan dan melukiskan lambang negara. Sayembara ini digelar setelah terbentuknya Panitia Lencana Negara, tepatnya dibentuk pada 10 Januari 1950 dan dikoordinatori langsung oleh Sultan Hamid yang saat itu menjadi Menteri.
Sebagai bakal simbol dan lambang negara diperlukan diskusi dan pendapat dari petinggi negara sehingga lambang tersebut bisa mencapai titik kesempurnaan. Karenanya perbincangan ini melibatkan banyak pihak yang menjadi petinggi negara. Mereka adalah Sultan Hamid II, Muhammad Yamin dan Soekarno. Namun sesungguhnya karya Sultan Hamid II adalah karya yang dipilih oleh Soekarno dan anggota DPR yang pada saat itu sedang menjabat.
Alasan karya Muhammad Yamin tidak terpilih dalam rancangan karyanya, karena Muhammad Yamin memasukan beberapa elemen yang mengandung unsur dari negara Sakura. Muhammad Yamin memasukan unsur sinar matahari dalam rancangan lambang negara yang beliau desain.
Meskipun karya Muhammad Yamin tidak terpilih, beliau tetap ikut memberikan saran dan masukan atas lukisan yang telah dibuat oleh Sultan Hamid II. Muhammad Yamin dengan tegas memberikan masukan untuk mencantumkan semboyan negara yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang dibawa dan dicengkeram oleh Burung Garuda melalui pita di kaki Burung Garuda.
Dalam proses perundingan, lambang negara ini juga sempat mendapatkan kritikan dari Masyumi, Masyumi sendiri merupakan Partai yang memiliki jumlah anggota muslim terbesar. Masyumi dengan tegas menyatakan tentang ketidaksetujuan dan keberatan mereka akan burung Garuda yang erat kaitannya dengan unsur mitologis, yang disematkan pada burung Garuda.
Garuda yang digambarkan memiliki tangan dan bahu manusia serta memegang perisai. Sultan Hamid yang mendapatkan kritikan tersebut, menerima aspirasi tersebut dengan positif, dan menyempurnakan kembali rancangannya, dari yang awalnya berbentuk Rajawali-Garuda Pancasila menjadi diringkas kembali dengan Garuda Pancasila.
Dengan bantuan Moh.Hatta yang saat itu sebagai perdana menteri, Soekarno sebagai presiden kemudian membawa dan menyerahkan rancangan lambang negara kepada Kabinet RIS. Pada 11 Februari 1950, dan akhirnya dalam sidang Kabinet RIS, lambang negara karya Sultan Hamid diresmikan.
Dalam proses penyempurnaan, tepatnya 8 Februari 1950, bentuk terakhir dari lambang kebaggaan Inonesia yaitu Garuda Pancasila, akhirnya rampung dan tercipta. Pada akhirnya, di tanggal 20 Februari 1950, lukisan yang sudah rampung tersebut dipajang di ruang sidang yang bertepatan dengan pelaksanaan rapat pertama DPR-RIS perdana dilaksanakan.
Meskipun lambang negara tersebut telah diresmikan, dalam perjalanannya, Soekarno terus melakukan perbaikan terhadap bentuk Garuda Pancasila. Menurut Soekarno, lambang Garuda Gundul yang sudah diresmikan memiliki kemiripan dengan Bald Eagle, yang menjadi lambang dari Amerika Serikat.
Sehingga Soekarno meminta bantuan Dullah yang saat itu menjadi pelukis istana untuk menambahkan jambul pada kepala Burung Garuda yang menjadi lambang Negara. Pada tanggal 20 Maret 1950.
Soekarno juga terus melakukan revisi lagi dengan merubah posisi cakar burung garuda. Yang sebelumnya pita dicengkeram di depan pita berubah jadi dicengkram di belakang pita. Pada akhirnya burung garuda masuk kedalam tahap final dengan menambah ukuran burung Garuda serta tata warna seperti sekarang ini.
Setelah semua selesai dan mencapai tahap final dibentuklah masterpiece dari rancangan Garuda Pancasila dengan membuat patung Garuda Pancasila berlapis emas. Patung tersebut tersimpan dengan rapi pada Ruang Kemerdekaan di Monas (Monumen Nasional) dengan skala bentuk berukuran 3 dimensi, dan setelahnya ditetapkan menjadi Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak mengalami perubahan desain hingga saat ini.
Baca lebih lanjut dalam : Sejarah Lambang Garuda Pancasila
Jika pembaca ingin lebih jauh mengenal dan mengetahui tentang pancasila secara lebih mendalam dan komprehensif, milikilah buku yang tersedia di Gramedia.
Sila Persatuan Indonesia
Makna Lambang Sila Pertama (Bintang)
Simbol bintang berwarna emas dengan lima sudut yang berada di tengah perisai burung garuda memiliki makna berikut ini:
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat, Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
Makna Lambang Sila Ke-Tiga (Pohon Beringin)
Di bagian kanan atas perisai garuda ada lambang pohon beringin dengan warna hijau pada daunnya dan coklat pada batangnya memiliki makna sebagai berikut:
Makna Lambang Sila Kelima (Padi dan Kapas)
Di bagian kiri bawah perisai garuda ada lambang padi dan kapas dengan warna dasar putih yang memiliki makna sebagai berikut:
Baca juga : Makna Lambang Garuda Pancasila dan Filosofinya
Nah, itulah arti dan makna dari lambang pancasila yang perlu Grameds ketahui. Agar lebih memahami makna pancasila lebih luas lagi, Grameds bisa membaca buku koleksi Gramedia berikut ini:
Buku Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno dan Uraian Pancasila akan memberikan Grameds khasah yang lebih luas untuk mempelajari makna pancasila. Buku tersebut berisi pemikiran-pemikiran soekarno terkait ide-idenya membuat pancasila dan penafsiran tokoh-tokoh hebat tentang pancasila.
Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno (2019)
Simbol Pohon Beringin
Lambang dari sila ketiga pancasila adalah pohon beringin yang dimaknai sebagai Persatuan Indonesia. Pohon beringin diletakan di bagian kanan atas perisai, melambangkan tempat untuk berteduh dan bernaung dan berlindung. Pohon beringin mewakili kekuatan dan keteduhan nusantara dengan keanekaragamannya namun memiliki persatuan yang kuat.
Pohon beringin juga memiliki akar menjulur yang semakin menunjukkan keteduhannya, menjadikan pancasila sebagai landasan negara yang peneduh dan pelindung bagi bangsa, memberikan rasa aman terhadap bangsa.
Akar tunggang yang dimiliki pancasila bermakna persatuan bangsa INdonesia, sementara sulur-sulur yang ada di dalam pohon beringin menggambarkan perbedaan suku-suku, keturunan, dan agama yang berbeda di Indonesia. Namun sejalan dengan Bhineka TUnggal Ika, meskipun Indonesia berbeda-beda tetapi tetap bersatu sebagai bangsa Indonesia tepat di bawah lambang Pancasila.
Nilai-niai tersebut dijadikan dasar filsafat negara serta filsafat bangsa Indonesia yang ada hingga saat ini. Pahami lebih dalam melalui buku Pancasila karya Drs. H. Mahpudin Noor.